Aku baru menemukan kehebatan aksara. Betapa satu dan lainnya saling berkaitan, dan bahkan menjadi inspirasi untuk lainnya. Seperti puisi-puisi yang dibuat hujan renikku, entah kenapa aku begitu terhanyut dan terpanggil untuk menjawabnya.
Aku Yang Dulu, Mendekatlah
waktu begitu sombong berputar, memulainya dari hitungan detik menuju menit, jam, hari, bulan dan tahun. aku masih seperti aku yang dulu. maka mendekatlah, jangan pernah menjauh. cintaku masih sama seperti dulu. atau kau sudah bosan dengan ku ?!
[cintaku pun sama, tak berubah seperti kulit muka yang kian mengerut, dengan bercak kecoklatan yang berlaku layaknya jam pasir bagiku. cintaku pun sama, karna hanya waktu yang bergerak linier dan bukan diriku. cintaku pun sama, masih belum diwarnai bosan pun enggan, hanya saja jarak tak bisa lagi kulipat, karna ragaku telah renta. tulangku keropos sebelum waktunya, sehingga cintaku pun sama tak sanggup lagi ditopang kedua kaki ringkih ini.]
Sepi Membunuh ku...
Aku masih saja berdiri diam disini, hanya ditemani parau suara jangkrik liar yang bersembunyi pada lapuk akar pohon yang berbaris. Ada suara gesekan ranting merayap pelan sesekali gemuruh petir menyambutnya. Gelapnya malam pun terasa menikam ku perlahan, membunuh ku dengan lemah gemulai...
[Disini riuh dan gempita yang menelanku bulat-bulat. Kukira aku kan terlena dengan mewah yang disorongkan sendok emas, tapi aku keliru. Bahwa alam yang mengikatmu begitu mesra, adalah sutra dan berlian yang mengalir dalam darahku. Pembawaan leluhurku yang tak lebih dari kesombongan belaka.]
Terlalu banyak puisi untuk kutulis ulang, kan kulanjutkan lain kali.
1 comment:
Puisinya bagus2 cantik! =) Aishiteru...
Post a Comment